Jumat, 28 Januari 2011

Waktu, Nikmat Yang Terlalaikan


Allah subhanahu wata’ala menyebutkan dalam ayat-Nya yang mulia:

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا.

“Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.” (Al-Furqan: 62)

Dari ayat ini, kita mendapatkan pelajaran bahwa Allah subhanahu wata’ala telah menjadikan malam dan siang agar kita dapat mengisi waktu dan kesempatan yang kita miliki dengan sesuatu yang bermanfaat.

Waktu, betapa penting dan agungnya perkara yang satu ini sampai-sampai Allah subhanahu wata’ala bersumpah dengannya sebagaimana termaktub dalam surat Al-’Ashr:

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ.

“Demi masa (waktu), sesungguhnya manusia benar-benar dalam berada dalam kerugian.” (Al-’Ashr: 1-2)

Dan dalam surat Al-Fajr:

وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ.

“Demi (waktu) fajar dan (demi) malam yang sepuluh.” (Al-Fajr: 1-2)

Dan juga surat Adh-Dhuha:

وَالضُّحَى وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى.

“Demi waktu dhuha dan (demi) malam apabila sunyi.” (Adh-Dhuha: 1-2)

Dan ayat-ayat lain yang semakna dengan itu. Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah, seorang ulama ahli tafsir menjelaskan bahwa bilamana Allah subhanahu wata’ala bersumpah dengan makhluq-Nya, maka ini menandakan mulia dan agungnya makhluq tersebut. Dan Allah subhanahu wata’ala bersumpah dengan waktu, yang berarti waktu itu adalah sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan kita. Lebih jelasnya, waktu adalah sebuah kenikmatan yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada manusia agar digunakan semaksimal mungkin untuk beribadah kepada-Nya.

Bila sebuah kenikmatan yang ada pada seorang hamba tidak digunakan untuk bertaqarrub kepada Allah subhanahu wata’ala, maka ini akan mendatangkan musibah, sebagaimana perkataan seorang alim rabbani Abu Hazim Salamah bin Dinar rahimahullah

كل نعمة لا تقرب من الله عز وجل فهي بلية

“Segala kenikatan yang telah diberikan Alloh kepada kita tapi justru tidak membuat kita lebih dekat dengan Alloh maka kenikmatan tersebut akan mendatangkan musibah.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunya di dalam ‘Asy-Syukr‘, Abu Nu’aim di dalam ‘Hilyatul Auliya’‘, dan Al-Baihaqi di dalam ‘Syu’abul Iman‘)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah memperingatkan bahwa dua kenikmatan yang banyak dilalaikan manusia adalah nikmat kesehatan dan waktu luang sebagaimana dalam sabdanya

نعمتا نمغبون فيهما كثير من الناس الصحة والفراغ.

“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia melalaikannya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari dari shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)

Dalam sabdanya yang lain beliau bersabda:

اغتنم خمسا قبل خمس.

“Lakukanlah lima perkara sebelum datangnya lima penghalang,”

Dan salah satunya adalah kata beliau:

وفراغك قبل شغلك

“Waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan yang lainnya dari shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)

Dan merupakan karakteristik waktu adalah dia tidak bisa kembali walau sedetik pun dan tidak pula bisa diputar balik lagi. Rela atau tidaknya kita, bukan menjadi penghalang akan terus berjalannya waktu sesuai dengan apa yang ditaqdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Seorang ulama besar yang bernama Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah berkata:

ابن آدم إنما أنت أيام وكما ذهب يوم ذهب بعضك

“Wahai anak Adam sesungguhnya dirimu adalah hari-harimu. Jika satu hari telah berlalu, maka sebagain dari dirimu telah lenyap” (Kitab Az-Zuhd Al-Imam Ahmad, hal. 339)

Dan juga janganlah kita termasuk orang yang disebutkan dalam sebuah sya’ir Arab:

ألا ليتَ الشبابَ يعودُ يوما فأخبره بما فعل المشيبُ

“Duhai kiranya masa muda bisa kembali walau sehari

maka akan kukisahkan penyesalan orang-orang tua?”

Alhamdulillah, Allah ‘azza wajalla masih memberikan kesempatan kepada kita untuk beribadah dan beramal shalih di dunia ini. Oleh karena itu, hendaknya kita tanamakan tekad yang kuat dan niat yang ikhlas untuk memanfaatkan waktu ini sebaik-baiknya dan tidak menggunakannya untuk hal-hal yang sia-sia. Karena bila kita gunakan untuk hal yang sia-sia, maka akan datang penyesalan. Dan penyesalan itu tiadalah berarti. Air mata tangisan tidaklah bisa untuk mengembalikan waktu yang telah berlalu. Bila kita tidak memanfaatkan waktu dengan baik, sama halnya kita telah menghancurkan diri sendiri. Amalan yang bisa kita lakukan, agar waktu lampau yang telah terlewatkan dengan sia-sia tidak menjadi boomerang kelak, adalah dengan bertaubat dan memperbanyak istighfar.

Waktu erat kaitannya dengan usia, yang ia merupakan pinjaman dari Allah subhanahu wata’ala dan Dia pula yang akan mengambilnya. Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

“Waktu sesorang pada hakikatnya adalah umur. Ia adalah unsur terpenting untuk mengantarkan dia kepada kehidupan abadi di al-jannah, atau (bahkan sebaliknya) menjadi unsur terpenting yang mengantarkannya ke kehidupan di an-nar yang pedih. Waktu berlalu laksana awan. Waktu yang digunakan untuk Allah ‘azza wajalla itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki, dan selain itu (selain untuk Allah), maka tidak temasuk waktu hidupnya. Meski dia hidup, layaknya seperti kehidupan binatang. Apabila dia menghabiskan waktunya dalam kelalaian dan kealpaan serta keinginan-keinginan yang batil, dan dia merasa sebaik-baik pengisi waktu baginya adalah tidur atau menganggur, maka kematian orang seperti ini lebih baik daripada hidupnya.” (Al-Jawabul Kafi)

Dari perkataan Al-Imam Ibnul Qayyim tersebut, kita bisa mengambil faidah bahwa hidup kita yang hakiki adalah hidup yang kita gunakan untuk beribadah dan beramal shalih. Hal sebagaimana yang telah Allah subhanahu wata’ala siratkan di dalam ayat-Nya yang mulia dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

Setelah kita menyadari betapa berharganya waktu, dan bahkan lebih berharga dari harta benda yang kita miliki, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan.

Pertama, jangan sampai kita lalai dalam setiap nafas yang kita hembuskan untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.

Kedua, mengatur waktu, jangan sampai agenda ibadah yang kita rencanakan saling tumpang tindih sehingga akan menimbulkan kejenuhan dan kemalasan.

Ketiga, jangan menunda-nunda pekerjaan atau amalan yang akan kita lakukan selama kita mampu melakukannya saat itu juga. “Nanti…. nanti… ” adalah kata yang harus dihindari, “sekarang” adalah kata yang harus terpatri.

Keempat, prioritaskan hal yang lebih penting terlebih dahulu, jangan tergoda dengan hal-hal yang sifatnya sekunder.

Sebagai muhasabah (koreksi diri) dan introspeksi, kita tanyakan pada hati kita

Sudahkah kita membaca Al-Quran hari ini?

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

اقرؤوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه. رواه مسلم

Bacalah Al-Qur’an karena sesunggunya dia (Al-Qur’an) akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat kepada yang membacanya? (HR. Muslim, dari shahabat Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu)

Sudahkan kita shalat malam?

Padahal kita telah mengetahui sebuah hadits:

وعن ابن مسعود رضي الله عنه قال ذكر عند النبي صلى الله عليه وسلم رجل نام ليلة حتى أصبح قال : [ ذاك رجل بال الشيطان في أذنيه أو قال أذنه ] متفق عليه

Dari sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau berkata: Disebutkan di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sorang laki-laki yang dia tidur semalaman hingga waktu pagi, maka beliau bersabda: “Laki-laki itu telah dikencingi setan di kedua telinganya atau salah satu telinganya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Sudahkah kita shalat dhuha hari ini?

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يصبح على كل سلامى من أحدكم صدقة : فكل تسبيحة صدقة وأمر بالمعروف صدقة ونهي عن المنكر صدقة ويجزئ من ذلك ركعتان يركعهما من الضحى. رواه مسلم

“Pada setiap pagi, masing-masing anggota badan kalian hendaknya mengeluarkan sedekahnya. Dan setiap tasbih adalah sedekah, dan memerintahkan yang baik dan mencegah yang munkar adalah sedekah dan kesemuanya itu dapat diganti dengan dua rakaat shalat dhuha.” (HR. Muslim, dari shahabat Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu)

Sudahkah kita bersedekah untuk orang-orang yang kelaparan?

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عودوا المريض وأطعموا الجائع وفكوا العاني. رواه البخاري

Jenguklah orang-orang yang sakit, berilah makan orang-orang yang kelaparan, dan bebaskanlah tawanan.” (HR. Al-Bukhari, dari shahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu)

Sudahkah kita membantu saudara kita yang sedang kesulitan?

Padahal Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وتعاونوا على البر والتقوى

“Tolong menolonglah kalian dalam perkara kebaikan dan ketakwaan.” (Al-Ma’idah: 2)

Sudahkah kita menunaikan hak keluarga kita yang belum tertunaikan?

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أفضل دينار ينفقه الرجل دينار ينفقه على عياله ودينار ينفقه على دابته في سبيل الله ودينار ينفقه على أصحابه في سبيل الله. رواه مسلم

“Sebaik-baik dinar yang dinafkahkan seorang laki-laki adalah dinar yang dia infakan kepada keluarganya dan dinar yang diinfakan untuk tunggangan berperang di jalan Allah, dan dinar yang diinfakan untuk kawannya untuk berperang di jalan Allah.” (HR. Muslim, dari shahabat Abu Abdirrahman Tsauban maula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam)

Sudahkah kita berbakti kepada orang tua kita?

Padahal Allah subhanahu wata’ala berfirman:

واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئا وبالوالدين إحسانا.

“Beribadahlah kalian kepada Allah dan jangan sekali-kali kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan berbaktilah kalian kepada kedua orang tua kalian.” (An-Nisa’: 36)

Sudahkah kita meminta maaf kepada saudara atau tetangga yang telah kita sakiti?

Padahal Allah subhanahu wata’ala berfirman:

ما للظالمين من حميم ولا شفيع يطاع

“Dan orang-orang yang zhalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak pula mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.” (Ghafir: 18)

Sudahkah kita membaca buku-buku para ulama sebagai media untuk menambah ilmu agama kita?

Padahal Allah subhanahu wata’ala berfirman

يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات

“Dan Allah akan mengangakat orang-orang yang beriman dianatara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11)

Sudahkah kita menjenguk saudara kita yang sakit?

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

حق المسلم على المسلم خمس : رد السلام وعيادة المريض واتباع الجنائز وإجابة الدعوة وتشميت العاطس. متفق عليه

“Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu menjawab salamnya, menjenguknya manakala sakit, mengantarkan jenazahnya, memenuhi undangannya dan mendo’akan ketika dia bersin.” (Muttafaqun ‘Alaihi, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Dari amalan yang telah disebutkan di atas, secara jujur mungkin belum semuanya kita lakukan. Pada hakikatnya amalan shalih dalam agama Islam ini tidak terbatas hanya yang disebutkan di atas, akan tetapi masih banyak sekali yang belum disebutkan. Sehingga kalau kita bersungguh-sungguh beramal shalih sesuai dengan syari’at Islam, maka tidak ada waktu luang bagi kita untuk berbuat kemaksiatan.

Ditulis oleh Abu ‘Abdirrahman.