Sabtu, 01 Januari 2011

MELURUSKAN SHAF SUNNAH YANG KIAN DITINGGALKAN

Shalat merupakan ibadah mulia di sisi Allah . Selain ia sebagai rukun ke dua dari lima rukun Islam, ia pun sebagai tolok ukur bagi amalan-amalan ibadah lainnya. Sehingga shalat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan setiap pribadi muslim dengan cara yang tepat sesuai tuntunan Rasulullah dengan memenuhi syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, sunnah-sunnahnya, ataupun penyempurna-penyempurnanya. Karena beliau bersabda:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي

“Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.”

Para pembaca, pada kajian kali ini, kita akan mengkaji pentingnya meluruskan shaf dalam shalat yang kini kian dilalaikan sebagian besar kaum muslimin dan dalam rangka mengamalkan firman Allah (artinya):

“Berikanlah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz Dzaariyat: 55)


Keutamaan Meluruskan Shaf

1. Allah dan para Malaikat-Nya bersholawat terhadap orang-orang yang menyambung shaf yaitu yang meluruskan dan merapatkannya.
Aisyah t meriwayatkan dari Rasulullah , beliau berkata:

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ الصُّفُوْفَ وَسَدَّ فُرْجَةً رَفَعَهُ اللهُ بِهَا دَرَجَةً

“Sesungguhnya Alloh beserta malaikatnya bersholawat kepada orang-orang yang menyambung shaf dan barang siapa yang menutupi celah kosong niscaya Allah akan mengangkat derajatnya.” (H.R Ahmad 4/269, Ibnu Majah no. 997, hadits ini shahih karena adanya beberapa penguat/syawahid, lihat Ash Shahihah no. 2532 karya Asy Syaikh Al Albani)

2. Mendapatkan balasan yang sangat besar di sisi Allah .

وَ ما مِنْ خُطْوَةٍ أَعْظَمُ أَجرًا منْ خُطْوَةٍ مَشَاهَا رَجُلٌ إلى فُرْجَةٍ في الصَّفِّ فَسَدَّها

“Dan tidak ada satu langkah pun yang lebih besar balasannya (dari Allah) dari pada langkah seseorang yang mengisi kekosongan pada shaf kemudian menutupinya (merapatkannya).” (H.R Al Bazzar,lihat Ash Shahihah no 1892 karya Asy Syaikh Al Albani)

مَنْ سَدَّ فُرْجَةً رَفَعَ الله بِهَا دَرَجَةً وُبُنِىَ لَهُ بَيْتاً فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang menutup (memasuki) celah kosong diantara shaf, maka Allah akan meninggikan derajatnya dan membangunkan rumah baginya di al Jannah.” (H.R At Thabrani dalam Al Ausath, lihat Shahih At-Targhib wat At-Tarhib no. 555 karya Asy Syaikh Al Albani)


Beberapa Sebab Diperintahkannya Meluruskan Shaf

1. Lurusnya Shaf Termasuk bagian mendirikan dan menyempurnakan Shalat.
Di dalam ayat-ayat Al Qur’an, tidaklah Allah memerintahkan shalat kepada kaum muslimin kecuali selalu menggunakan lafadz (إِقَامَةُ الصَّلاَةِ) yang bermakna menegakkan/mendirikan shalat. Seperti dalam kandungan firman Allah:

وَأَقِيْمُوا الصَّلاَةَ

“Dan dirikanlah shalat…” (Al Baqarah:43)
Dan ketahuilah bahwasanya meluruskan shaf itu termasuk bagian dari mendirikan shalat. Rasulullah bersabda:

سَوُّوا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوْفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاَةِ

“Luruskan shaf-shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk bagian dari mendirikan shalat.” (H.R Al Bukhari)
Oleh karena itu, sesungguhnya perintah meluruskan shaf merupakan perintah langsung dari Allah . Karena lurusnya shaf termasuk bagian dari mendirikan shalat. Dalam riwayat yang lain Rasulullah bersabda:

سَوُّوا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوْفِ من تَمَامِ الصَّلاةِ

“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk dari menyempurnakan shalat.” (H.R Muslim)
Sehingga meluruskan shaf juga sebagai penyempurna shalat, yaitu tidaklah shalat itu sempurna kecuali bila shaf-shaf telah lurus.

2. Menjaga ukhuwah dan persatuan kaum muslimin.

Shaf-shaf yang lurus dan rapat, yaitu dengan menempelkan kaki seseorang dengan kaki yang lainnya dan bahu satu dengan bahu yang lainya, merupakan bukti terjalinnya ukhuwah diantara kaum muslimin dan sirnanya kesenjangan status sesama mereka. Bagaikan bangunan antara bagian satu dengan yang lainnya saling terkait dan menguatkan. Kalau sekiranya, dalam ibadah shalat berjama’ah saja yang merupakan ibadah mulia di hadapan Allah , mereka merasa risih dan enggan untuk merapatkan kaki-kaki dan bahu-bahu mereka, bagaimana keadaan mereka bila di luar ibadah shalat berjama’ah? Inilah salah satu hikmah yang sangat agung dari sunnah Rasulullah .

3. Tempat Kosong (Celah) Diantara Shaf-Shaf Adalah Sarang Syaithon.
Para pembaca, ketahuilah sesungguhnya syaithon menempati celah kosong diantara shaf-shaf untuk menghembuskan racun-racun perselisihan dan perpecahan ke dalam hati-hati kaum muslimin. Rasulullah bersabda:

أَقِيْمُوْا الصُّفُوْفَ وَ حَاذُوْا بَيْنَ المَنَاكِبِ وَ سُدُّوْا الخَلَلَ ولِيْنُوْا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ وَلاَتَذَرُوْا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ, وَ مَنْ وَصَّلَ صَفًّا وَصَّلَهُ الله وَ مَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ الله

“Luruskanlah shaf-shaf kalian, jadikanlah sejajar diantara bahu-bahu kalian, tutuplah celah yang kosong, bersikap lunaklah terhadap tangan saudara-saudara kalian dan jangan kalian meninggalkan sedikitpun celah-celah bagi syaithan. Barang siapa yang menyambung shaf maka Allah akan menyambungnya dan barang siapa yang memutuskan shaf maka Allah akan memutuskannya.”
(HR Abu Dawud no.666 dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani)


Hukum Meluruskan Shaf

Merupakan sunnah (tuntunan) Rasulullah setiap akan mengimami shalat, beliau menghadap kepada makmum (yakni para sahabatnya) seraya berkata:
أَقِيْمُوا الصُّفُوْفَ (ثَلاَثًا) ، وَ اللهِ لَتُقِيْمُنَّ صُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
“Tegakkanlah (luruskanlah) shaf-shaf kalian (3 kali). Demi Allah sungguh hendaknya kalian luruskan shaf-shaf atau (kalau tidak) niscaya Allah benar-benar akan mencerai beraikan hati-hati kalian.” (H.R Abu Dawud no. 662, Ahmad 4/276)
Para pembaca, di dalam hadits ini terdapat dua perkara yang sangat penting untuk kita cermati:
1. Kewajiban meluruskan shaf adalah perintah Rasulullah. Secara kaidah ushul (pokok) yang telah disepakati oleh para ulama bahwa seluruh perintah dari Rasulullah hukumnya adalah wajib untuk ditaati dan haram untuk dilanggar. Allah berfirman:
“Dan segala yang datang dari Ar Rasul (baik dari perkataan, perbuatan, ataupun persetujuan), maka laksankanlah.”(Al Hasyr: 7)
2. Adanya ancaman keras dari Rasulullah terhadap siapa saja yang mengabaikan perintah meluruskan shaf, yaitu akan ditimpakan perselisihan dan perpecahan di barisan kaum muslimin.
Peringatan keras dari Rasulullah dan disertai akibat yang parah bagi siapa saja yang menyelisihinya, menguatkan bahwa perintah meluruskan shaf adalah wajib. Terlebih lagi shaf yang tidak lurus atau rapat merupakan penyebab perpecahan umat yang sangat jelas dilarang oleh Allah dan Rasulnya .
Al Imam Al Bukhari dalam kitab shahihnya mengemukakan bahwa hukum bagi orang yang tidak menyempurnakan shaf adalah berdosa. Kemudian Al Hafizh Ibnu Hajar mengomentari pendapat beliau diatas seraya berkata: “Al Imam Al Bukhari berpendapat meluruskan shaf adalah wajib. (Pertama) karena konteks haditsnya berbentuk perintah, (kedua) masuk dalam keumuman sabda Rasulullah : “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”, dan (ketiga) adanya ancaman keras terhadap orang orang yang melalaikannya.” (Fathul Bari 2/210)



Cara Meluruskan Shaf

Berikut ini akan kami paparkan cara meluruskan dan merapatkan shaf sebagaimana yang terkandung di dalam hadits-hadits yang shahih, diantaranya:

1. Hadits Anas bin Malik t dari nabi beliau bersabda:

أَقِيْمُوُا صُفَوْفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ وَرَاَء ظَهْرِي وَكَانَ أَحُدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِِِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ.

“Luruskanlah shaf-shaf kalian karena sesungguhnya aku melihat kalian dari belakang punggungku. (Anas berkata) Maka salah seorang diantara kami menempelkan bahunya dengan bahu kawannya dan kakinya dengan kaki kawannya. (HR Al Bukhari no.725)

2. Hadits Ibnu Umar t dari Nabi beliau bersabda (artinya):
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, jadikanlah sejajar diantara bahu-bahu kalian, tutuplah celah yang kosong, lunaklah terhadap tangan saudara-saudara kalian dan jangan kalian meninggalkan sedikitpun celah-celah bagi syaithan. Barang siapa yang menyambung shaf maka Allah akan menyambung dia dan barang siapa yang memutuskan shaf maka Allah akan memutuskan dia.” (HR Abu Dawud no.666 dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani)

3. Hadits Nu’man bin Basyir dari Nabi beliau bersabda:

أَقِيْمُوا الصُّفُوْفَ (ثَلاَثًا) ، وَ اللهِ لَتُقِيْمُنَّ صُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ. قال :فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يُلْصِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَرُكْبَتَهُ ِبِرُكْبَةِ صَاحِبِهِ وكَعْبَهِ بِكَعْبِهِ

“Luruskanlah shaf-shaf kalian (sebanyak tiga kali), demi Allah hendaknya benar-benarlah kalian meluruskan shaf-shaf atau Allah akan menjadikan hati-hati kalian bercerai berai. Nu’man berkata: Maka aku melihat seseorang (dari kami) menempelkan bahunya dengan bahu kawannya, lututnya dengan lutut kawannya dan mata kaki dengan mata kaki kawannya.” (HR. Abu Dawud no.66, Ibnu Hibban no.396, Ahmad 4/272 dan Ash Shahihah no.32)

Dari hadits-hadits di atas dapat kita simpulkan bahwa cara meluruskan dan merapatkan shaf yaitu:
1. Membuat shaf menjadi lurus, tidak maju atau tidak mundur. Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “yaitu setiap orang menjadikan bahunya sejajar dengan bahu lainnya. Hingga bahu-bahu, leher-leher dan kaki-kaki dalam keadaan sejajar.” (’Aunul Ma’bud, 2/365)
2. Menutup celah kosong dengan menempelkan bahu dengan bahu, lutut dengan lutut, mata kaki dengan mata kaki.
3. Bersikap lunak dengan tangan saudara saudaranya. Al Imam Abu Dawud berkata: (yang maknanya) “Bersikap lunaklah terhadap tangan saudara saudara kalian yaitu apabila datang seseorang menuju shaf dan memasukinya, maka sepantasnya setiap orang melunakkan bahunya sehingga ia dapat memasuki shaf tersebut. (’Aunul Ma’bud 2/366).


Kewajiban Imam Agar Senantiasa Memperhatikan Shaf-Shaf Ma’mum

Para pembaca yang kami muliakan, coba lihatlah bagaimana Rasulullah sebagai uswatun hasanah sangat perhatian sekali terhadap lurus dan rapatnya shaf?
Al Imam muslim dalam kitab Shahihnya no. 128 meriwayatkan dari sahabat Nu’man bin Basyir t, beliau berkata: “Kebiasaan Rasulullah Meluruskan shaf-shaf kami, sampai beliau Meluruskan shaf bagaikan lurusnya anak panah.”(Dalam riwayat lain Rasulullah baru memulai shalat, bila shaf-shaf dalam keadaan telah lurus, lihat Sunan Abu Dawud no. 661)

Dari sahabat Al Barra’ bin Azib, beliau berkata:” Rasulullah ketika akan shalat memasuki shaf dari satu sisi ke sisi yang lainnya, sambil meratakan dada-dada dan bahu-bahu kami dan beliau berkata: ‘Janganlah kalian berselisih niscaya hati-hati kalian akan berselisih.”
(HR. Abu Dawud, An Nasa’i, lihat Shahih at Targhib wat Tarhib no. 512 karya Asy Syaikh Al Albani)

Demikian pula Al Khulafa’ur Rasyidin sangat perhatian sekali dalam masalah ini, sampai mereka mengutus beberapa wakil untuk meluruskan dan merapatkan shaf. Mereka tidak akan memulai shalat hingga wakil-wakil tersebut memberitahukan bahwa shaf-shaf telah lurus.
Al Imam At Tirmidzi dalam kitab Al Jami’ meriwayatkan, bahwa Umar Ibnul Khathab t menunjuk beberapa wakilnya yang bertugas merapikan dan meluruskan shaf. Beliau t tidak akan memulai shalat sampai para wakil tersebut mengkhabarkan bahwa shaf-shaf telah lurus dan rapat, dan pada saat itu disaksikan para sahabat Nabi , diantaranya Ali dan Utsman. Ali t di saat itu pula turut terjun untuk merapikan shaf sambil berkata: “Maju wahai fulan, mundur wahai fulan”. 
(Lihat Jamiut Tirmidzi 1/439, Al Muwatha’ 1/173 dan dalam Al Muwatho’ 1/423 bahwa Utsman bin Affan juga menunjuk beberapa wakil untuk Meluruskan shaf dan tidak akan dimulai shalat hingga mereka mengkhabarkan bahwa shaf-shaf telah lurus dan rapat)


Beberapa Masalah Penting:

1. Apabila dua orang shalat berjama’ah dan salah seorang mengimami yang lainnya, maka posisi shaf adalah sejajar dengan menempelkan bahu dengan bahu mata kaki dengan mata kaki di antara keduanya. Sebagaimana hadits Ibnu Abbas t beliau berkata:

“بتُّ فِي بَيْتِ خَالَتِي مَيْمُوْنَةَ فَصَلَّى رَسولُ الله العِشَاءَ ثُمَّ جَاءَ فَصَلّى أَرْبَعَ رَكَعاَتٍ ثُمَّ ناَمَ ثُمَّ قاَمَ فَجِئْتُ (وَفِي رِوَايَة : فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ) عَنْ يسَارِهِ فَجَعَلَنِيْ عَنْ يَمِيْنِهِ

“Aku bermalam dirumah bibiku (yaitu) Maimunah, ketika itu Rasulullah shalat isya’ kemudian beliau pulang ke rumah dan shalat empat rakaat, kemudian tidur. Setelah itu beliau bangun untuk shalat maka aku pun berdiri disamping kirinya kemudian beliau memindahkan aku ke samping kanannya”. (HR Al Bukhari no.697)

Al Imam Al Bukhari menjadikan hadits diatas sebagai dalil bahwa posisi dua orang yang shalat berjama’ah adalah sejajar. Al Hafizh Ibnu Hajar menerangkan bahwa makna sejajar yaitu tidak maju dan tidak mundur, berdasarkan konteks dhohir hadits Ibnu Abbas: فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ)). (Lihat Fathul Bari hadits no. 697)

2. Bila ada seseorang ingin shalat jama’ah ternyata dia tidak mendapatkan shaf lagi, maka baginya membuat shaf dibelakangnya walaupun sendirian.
Adapun hadits yang mengkhabarkan bahwa Rasulullah pernah melihat seseorang shalat sendirian dibelakang shaf, maka beliau memerintahkan dia untuk mengulangi shalatnya.
(HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albany dalam shahih Abu Dawud no.633)

Larangan hadits ini berlaku bagi mereka yang mendapatkan shaf dalam keadaan lowong dan masih ada kemungkinan untuk masuk padanya. Sementara bagi mereka yang tidak menjumpai celah yang kosong sama sekali pada shaf, maka dia boleh shalat sendirian dibelakang karena termasuk orang yang mendapatkan udzur (keringanan). Dan tidak diperbolehkan baginya untuk menarik seseorang yang ada di shaf depannya dalam rangka mengamalkan hadits yang diriwayatkan oleh Ath Thabrani :

إِذَا انْتَهَى أَحُدُكُمْ إِلَى الصَّفِ وَقَدْ تَمَّ فَلْيَجْذِبْ إِلَيْهِ رَجُلاً يُقِيِمُه إِلَىجَنْبِهِ

Bila seseorang diantara kalian mendapati shaf yang telah sempurna, maka hendaklah dia menarik seseorang hingga berdiri disebelahnya.” Karena Hadits ini adalah dha’if (lemah) sehingga tidak boleh dijadikan sandaran dalam beramal.
( lihat Silsilah Adh Dha’ifah no. 921 karya Asy Syaikh Al Albani)